Rabu, 25 Mei 2016

BAB 6 HUKUM DAGANG

HUKUM DAGANG

Pengertian Hukum Dagang
Keterkaitan antara hukum perdata dan hukum dagang demikian erat. Keterkaitan ini dapat dilihat apa yang dijabarkan dalam KHUPdt khususnya Buku III tentang perikatan. KUHD sendiri dibagi dalam dua buku yaitu buku pertama tentang dagang pada umumnya (pasal 1-308) dan buku kedua tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran (pasal 309-754). Tidak diberikannya defenisi apa yang dimaksud dengan hukum dagang, barangkali pembentuk undang-undang berasumsi rumusan atau defenisi hukum dagang sudah tercantum dalam pengertian perdagangan atau bisa juga asumsinya rumusan tentang hukum dagang diserahkan pendapat para ahli hukum sendiri.
Oleh karena itu, untuk memahami makna hukum dagang, berikut dikutip berbagai pengertian hukum dagang yang dikemukakan oleh para ahli hukum yaitu sebagai berikut:
1.      Achmad Ichsan mengemukakan:
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
2.      R. Soekardono mengemukakan:
Hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijke Wetboek (BW) dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPdt. Hukum dagang dapat pula dirumuskan adalah serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.
3.      Fockema Andreae mengemukakan:
Hukum dagang (Handelsrecht) adalah keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan. Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata dijadikan satu buku, yaitu Buku II dalam BW baru Belanda.
4.      H.M.N. Purwosutjipto mengemukakan:
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
5.      Sri Redjeki Hartono mengemukakan:
Hukum dagang dalam pemahaman konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan perikatan lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas, termaksud hukum dagang merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata pada umumnya.
6.      J. van Kan dan J. h. Beekhuis, mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah hukum mengenai perniagaan adalah rumpunan kaidah yang mengatur secara memaksa perbuatan-perbuatan orang dalam perniagaan. Perniagaan secara yuridis berarti, membeli dan menjual dan mengadakan berbagai perjanjian, yang mempermudah dan memperkembangkan jual beli. Dengan demikian, hukum perniagaan adalah tidak lain dari sebagian dari hukum perikatan dan bahkan untuk sebagian besar hukum perjanjian.
7.      M. N. Tirtaamidjaja mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah hukum yang mengatur tingkah laku orang-orang yang turut melakukan perniagaan. Sedangkan perniagaan adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen, membeli dan menjual dan membuat perjanjian yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjulan itu. Sekalipun sumber utama hukum perniagaan adalah KUHD akan tetapi tidak bisa dilepaskan dari KUHPdt.
8.      KRMT. Titodiningrat mengemukakan:
Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata yang mempunyai aturan-aturan mengenai hubungan berdasarkan atas perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai perusahaan tidak hanya dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) melainkan juga berupa Undang-Undang di luarnya. KUHD dapat disebut sebagai perluasan KUHPdt.
9.      Ridwan Khairandy (dkk.) mengemukakan:
Sebagai akibat adanya kodifikasi hukum perdata dalam KUHPdt dan hukum dagang dalam KUHD, maka di negara-negara yang menganut hukum sipil (kontinental) termaksud Indonesia dianut bahwa hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata. Lebih tegas lagi dikatakan bahwa hukum dagang merupaka hukum perdata khusus. Dalam kepustakaan hukum anglo saxon atau common law khususnya anglo american, hukum bisnis bukan merupakan cabang atau bagian tunggal hukum tertentu.
Hubungan Antara Hukum Dagang dan Hukum Perdata
            Prof. Subekti S.H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
            Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum ada peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
            Adapun pendapat beberapa sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Prof. Sudiman Kartohadiprojo berpendapat KUHD merupakan suatu Lex Specialisterhadap KUHS sebagai Lex Generalis. Maka sebagai Lex Specialis, kalau andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku
2.      Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata, yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus Hukum Perdata dalam arti sempit itu
3.      Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata Umum sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS
4.      Van Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS
5.      Tirtamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa
Hubungan Antara Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya
            Pengusaha adalah seseorang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Dalam menjalankan perusahannya, pengusaha dapat :
1.      Menjalankan perusahaannya sendiri
Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri. Umumnya terdapat pada perusahaan perseorangan;
2.      Dilakukan dengan bantuan pekerja
Pengusaha turut serta dalam menjalankan perusahaannya dan mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan. Biasanya terdapat di perusahaan besar;
3.      Menyuruh orang lain
Dalam hal ini pengusaha menjalankan usahanya tetapi tidak ikut serta dalam menjalankan perusahaan. Pengelolaan perusahaan dikuasakan kepada orang lain. Orang lain yang diberi kuasa ini menjalankan perusahaan atas nama pemeri usaha. Umumnya pemberian kuasa semacam ini terdapat pada perusahaan persekutuan, terutama yang berbadan hukum.
            Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha, tidaklah mungkin seorang pengusaha melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain (pembantu-pembantu perusahaan) untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi yaitu :
1.      Membantu didalam perusahaan
§  Pelayan toko
§  Pekerjaan keliling
§  Pengurus filial
§  Pemegang prokurasi
§  Pimpinan perusahaan
2.      Membantu diluar perusahaan
§  Agen perusahaan
§  Perusahaan perbankan
§  Pengacara
§  Notaris
§  Makelar
§  Komisioner
Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
 1)      Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER)
  2)      Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
            Dua sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1) KUHPER.
            Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
Kewajiban Pengusaha
            Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut Undang-Undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu :
1.      Membuat pembukuan (sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan) dan di dalam pasal 2 Undang-Undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
  Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal transaksi harian)§
  Dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.§
2.      Mendaftarkan perusahaannya (sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan). Dengan adanya Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985. Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus jika terjadi :
§  Perusahaan yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya;
§  Perusahaaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa;
§  Perusahaan yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Referensi :
http://yulianaritongaug.blogspot.co.id/2015/06/bab-vi-hukum-dagang.html

0 komentar:

Posting Komentar