HUKUM DAGANG
Pengertian Hukum
Dagang
Keterkaitan antara hukum perdata dan hukum
dagang demikian erat. Keterkaitan ini dapat dilihat apa yang dijabarkan dalam
KHUPdt khususnya Buku III tentang perikatan. KUHD sendiri dibagi dalam dua buku
yaitu buku pertama tentang dagang pada umumnya (pasal 1-308) dan buku kedua
tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran (pasal 309-754). Tidak
diberikannya defenisi apa yang dimaksud dengan hukum dagang, barangkali
pembentuk undang-undang berasumsi rumusan atau defenisi hukum dagang sudah
tercantum dalam pengertian perdagangan atau bisa juga asumsinya rumusan tentang
hukum dagang diserahkan pendapat para ahli hukum sendiri.
Oleh karena itu, untuk memahami makna hukum
dagang, berikut dikutip berbagai pengertian hukum dagang yang dikemukakan oleh
para ahli hukum yaitu sebagai berikut:
1.
Achmad Ichsan
mengemukakan:
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur
soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia
dalam perdagangan.
2.
R. Soekardono
mengemukakan:
Hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata
pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan yang diatur
dalam buku III Burgerlijke Wetboek (BW) dengan kata lain, hukum dagang adalah
himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam
kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPdt.
Hukum dagang dapat pula dirumuskan adalah serangkaian kaidah yang mengatur
tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.
3.
Fockema Andreae
mengemukakan:
Hukum dagang (Handelsrecht) adalah keseluruhan
dari atuaran hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh
mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan. Di Belanda hukum
dagang dan hukum perdata dijadikan satu buku, yaitu Buku II dalam BW baru
Belanda.
4.
H.M.N. Purwosutjipto
mengemukakan:
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang
timbul khusus dari lapangan perusahaan.
5.
Sri Redjeki Hartono
mengemukakan:
Hukum dagang dalam pemahaman konvensional
merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan perikatan lain selain
disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas, termaksud hukum dagang
merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata pada umumnya.
6.
J. van Kan dan J. h.
Beekhuis, mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah hukum mengenai
perniagaan adalah rumpunan kaidah yang mengatur secara memaksa
perbuatan-perbuatan orang dalam perniagaan. Perniagaan secara yuridis berarti,
membeli dan menjual dan mengadakan berbagai perjanjian, yang mempermudah dan
memperkembangkan jual beli. Dengan demikian, hukum perniagaan adalah tidak lain
dari sebagian dari hukum perikatan dan bahkan untuk sebagian besar hukum
perjanjian.
7.
M. N. Tirtaamidjaja
mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah hukum yang mengatur
tingkah laku orang-orang yang turut melakukan perniagaan. Sedangkan perniagaan
adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen, membeli dan menjual
dan membuat perjanjian yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjulan
itu. Sekalipun sumber utama hukum perniagaan adalah KUHD akan tetapi tidak bisa
dilepaskan dari KUHPdt.
8.
KRMT. Titodiningrat
mengemukakan:
Hukum dagang merupakan bagian dari hukum
perdata yang mempunyai aturan-aturan mengenai hubungan berdasarkan atas
perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai perusahaan tidak hanya dijumpai dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) melainkan juga berupa Undang-Undang di
luarnya. KUHD dapat disebut sebagai perluasan KUHPdt.
9.
Ridwan Khairandy
(dkk.) mengemukakan:
Sebagai akibat adanya kodifikasi hukum perdata
dalam KUHPdt dan hukum dagang dalam KUHD, maka di negara-negara yang menganut
hukum sipil (kontinental) termaksud Indonesia dianut bahwa hukum dagang
merupakan bagian dari hukum perdata. Lebih tegas lagi dikatakan bahwa hukum
dagang merupaka hukum perdata khusus. Dalam kepustakaan hukum anglo saxon atau
common law khususnya anglo american, hukum bisnis bukan merupakan cabang atau
bagian tunggal hukum tertentu.
Hubungan Antara Hukum
Dagang dan Hukum Perdata
Prof. Subekti S.H. berpendapat bahwa
terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya,
oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”,
dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu
pengertian ekonomi.
Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD
hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang
menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum ada
peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan
antar negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
Adapun pendapat beberapa sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini
antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Prof. Sudiman
Kartohadiprojo berpendapat KUHD merupakan suatu Lex Specialisterhadap
KUHS sebagai Lex Generalis. Maka sebagai Lex Specialis, kalau
andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat aturan pula
dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku
2.
Van Kan beranggapan,
bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata, yaitu suatu tambahan
yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit,
sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus Hukum Perdata
dalam arti sempit itu
3.
Sukardono menyatakan,
bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum Dagang dengan Hukum
Perdata Umum sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS
4.
Van Apeldoorn
menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum Perikatan
yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS
5.
Tirtamijaya
menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa
Hubungan Antara
Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya
Pengusaha adalah seseorang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh
menjalankan perusahaan. Dalam menjalankan perusahannya, pengusaha dapat :
1.
Menjalankan
perusahaannya sendiri
Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan
semua pekerjaan dilakukan sendiri. Umumnya terdapat pada perusahaan
perseorangan;
2.
Dilakukan dengan
bantuan pekerja
Pengusaha turut serta dalam menjalankan
perusahaannya dan mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin
perusahaan. Biasanya terdapat di perusahaan besar;
3.
Menyuruh orang lain
Dalam hal ini pengusaha menjalankan usahanya
tetapi tidak ikut serta dalam menjalankan perusahaan. Pengelolaan perusahaan
dikuasakan kepada orang lain. Orang lain yang diberi kuasa ini menjalankan
perusahaan atas nama pemeri usaha. Umumnya pemberian kuasa semacam ini terdapat
pada perusahaan persekutuan, terutama yang berbadan hukum.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha, tidaklah mungkin seorang pengusaha melakukan usahanya seorang diri,
apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan
bantuan orang/pihak lain (pembantu-pembantu perusahaan) untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi 2 fungsi yaitu :
1.
Membantu didalam
perusahaan
§
Pelayan toko
§
Pekerjaan keliling
§
Pengurus filial
§
Pemegang prokurasi
§
Pimpinan perusahaan
2.
Membantu diluar
perusahaan
§
Agen perusahaan
§
Perusahaan perbankan
§
Pengacara
§
Notaris
§
Makelar
§
Komisioner
Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan
dengan pengusaha bersifat :
1) Hubungan
perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang
memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan
perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk
membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER)
2) Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu
hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai
berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama
pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi
kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa
mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si
pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang
bersangkutan.
Dua sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan
dan pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam
perusahaan, yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan
pelayan toko. Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku
pasal 160 c KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian
kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara
kedua peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan
(pasal 1601 c ayat (1) KUHPER.
Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah,
seperti pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap.
Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa.
Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan
pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur
perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen
perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga
atas nama pengusaha.
Kewajiban Pengusaha
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan
perusahaan. Menurut Undang-Undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan
oleh perusahaan yaitu :
1.
Membuat pembukuan
(sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang
dokumen perusahaan) dan di dalam pasal 2 Undang-Undang nomor 8 tahun 1997 yang
dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen
lainnya.
Dokumen keuangan terdiri dari
catatan (neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal transaksi harian)§
Dokumen lainnya terdiri dari data
setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan,
meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.§
2.
Mendaftarkan
perusahaannya (sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar
perusahaan). Dengan adanya Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib
daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan,
menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985. Berdasarkan pasal 25
undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus jika terjadi :
§
Perusahaan yang
bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya;
§
Perusahaaan yang
bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa;
§
Perusahaan yang
bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan
pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Referensi :
http://yulianaritongaug.blogspot.co.id/2015/06/bab-vi-hukum-dagang.html
0 komentar:
Posting Komentar